Seorang
ahli matematika dari Perancis, Jules Henri Poincaré, pernah mengajukan
perumpamaan berikut. Di suatu malam, kita sedang asyik tidur dengan
lelap di tempat tidur kita yang nyaman. Tiba-tiba seluruh jagad raya
mengembang sehingga ukurannya menjadi seribu kali lebih besar dari
ukuran semula. Seluruh jagad raya ini maksudnya semua benda di bumi dan
di luar bumi, mulai dari benda-benda mati sampai semua jenis makhluk
hidup, termasuk kita sendiri yang sedang lelap tertidur. Karena kita
sedang asyik bermimpi, kita tidak menyadari kejadian ini. Sewaktu kita
terbangun di pagi harinya, apa kita bisa merasakan bahwa semuanya sudah
menjadi lebih besar? Apa kita bisa merasakan perbedaannya? Kalaupun
kita diberi tahu bahwa ada kejadian menghebohkan tersebut saat kita
tertidur, apakah ada yang bisa membuktikannya? Pasti kita tidak
merasakan perbedaan apa pun walaupun seluruh jagad raya kini sudah
berubah ukurannya. Ini karena semuanya ikut berubah sehingga tidak ada
satu pun yang bisa dijadikan patokan untuk mengukur terjadinya
perubahan tersebut. Karena itu, kita juga tidak mungkin bisa
membuktikan bahwa seluruh jagad raya ini kini telah menjadi seribu kali
lebih besar. Semua terlihat sama. Lain halnya jika hanya tubuh kita
yang tiba-tiba menciut menjadi sangat kecil (ingat film fiksi Honey, I
Shrunk the Kids!), sedangkan seluruh jagad raya tetap pada ukurannya
semula. Tidak ada satu pun yang berubah ukuran kecuali tubuh kita
sendiri. Wah, sudah pasti kita langsung panik karena kita bisa langsung
merasakan perbedaan itu. Kita langsung tahu apa yang terjadi karena
kita bisa melihat bahwa sekeliling kita tiba-tiba tampak seperti
raksasa. Baju yang kita pakai tiba-tiba kedodoran, dan cincin yang
biasa melingkar manis di jari kita tiba-tiba tampak seperti lingkaran
raksasa yang berat dan menyeramkan karena hampir jatuh menimpa tubuh
kerdil kita itu. Tetapi, apakah itu berarti bahwa tubuh kita yang
mengecil, atau sekeliling kita yang tiba-tiba membesar? Hmm... bingung juga ya!
Bagaimana
cara kita menentukan mana yang besar dan mana yang kecil? Apakah
planet bumi yang kita tempati ini bisa disebut berukuran besar? Kalau
dibandingkan dengan ukuran bola basket yang biasa kita mainkan di
sekolah, tentu saja planet bumi ini tampak seperti bola raksasa yang
sangat besar! Tetapi kalau kita bandingkan dengan matahari, planet bumi ini termasuk kecil! Jadi,
yang mana yang benar? Besar atau kecil? Tidak ada yang benar, dan
tidak ada yang salah! Itulah letak permasalahannya. Ukuran tidak bisa
dinyatakan secara absolut. Untuk mengukur sesuatu kita perlu sesuatu
yang lain sebagai perbandingannya. Ini berarti bahwa ukuran (orang
fisika lebih senang menyebutnya sebagai: Length) selalu bersifat
relatif, tidak ada yang mutlak berukuran besar ataupun kecil.
Sekarang kita coba lihat kasus lain. Masih
ingat cerita si Kancil yang gesit dan lincah? Kancil bisa berlari
sangat cepat. Tunggu dulu! Apa benar kancil itu cepat? Kalau
dibandingkan dengan siput, sudah pasti si kancil terlihat sangat cepat.
Kalau dibandingkan dengan juara olimpiade pun kancil masih terlihat
sangat cepat. Tetapi kalau kita bandingkan dengan pesawat terbang,
tentu saja si kancil jadi terlihat begitu lambat. Apa ini berarti
pesawat terbang itulah yang cepat? Tidak juga! Kalau kita lihat roket
yang meluncur ke luar angkasa, kita bisa langsung tahu bahwa roket itu
jauh lebih cepat dari pesawat terbang biasa. Ini berarti, kecepatan pun
merupakan sesuatu yang relatif. Kita juga bisa membuktikan ini saat
kita sedang mengantar saudara kita yang akan pergi ke luar kota naik
kereta api cepat. Sewaktu kereta mulai meluncur, kita melihat saudara
kita itu melesat dengan cepat. Tetapi di dalam kereta itu sendiri,
orang yang duduk di sebelah saudara kita itu melihat bahwa saudara kita
itu duduk diam dan tenang di sebelahnya. Jadi, bagi kita yang sedang
berada di luar kereta yang sedang meluncur itu, saudara kita memang
terlihat bergerak dengan cepat. Tetapi bagi semuanya yang ada di dalam
kereta, ia terlihat sedang diam. Jadi, waktu (Time) tidak mempunyai
nilai absolut, sama seperti ruang (Space). Semuanya harus selalu
dibandingkan dengan sesuatu yang bisa dijadikan patokan. Misteri inilah
yang diutak-atik oleh otak jenius Einstein sehingga melahirkan teori
relativitasnya yang terkenal itu. Semua hal yang tampak sebagai sesuatu yang absolut ternyata merupakan sesuatu yang relatif.
Ada
dua postulat dalam teori relativitas khusus ini. Yang pertama
menyatakan bahwa semua hukum fisika yang berlaku di bumi, berlaku juga
di seluruh jagad raya. Yang kedua menyatakan bahwa kecepatan cahaya di
ruang hampa selalu konstan (sekitar tiga ratus juta meter per detik,
atau sering ditulis dalam bentuk kerennya: 3.108 meter per
detik). Postulat yang kedua ini menunjukkan bahwa bagaimanapun cara
kita mengukurnya, kecepatan cahaya tidak pernah berubah. Apa pun patokan
yang kita gunakan untuk mengukur kecepatan cahaya, di mana pun posisi
kita saat mengukur, dan berapa pun kecepatan kita (apakah kita sedang
bergerak atau sedang duduk diam) saat mengukur, kecepatan cahaya selalu
konstan. Ini menunjukkan bahwa kecepatan cahaya merupakan satu-satunya yang bersifat absolut. Postulat
yang pertama pun menyatakan bahwa kondisi ini selalu berlaku di mana
pun juga. Ini berarti, jika kita mengukur kecepatan cahaya di galaksi
lain, kita tetap mendapatkan hasil yang sama, yaitu tiga ratus juta
meter per detik!
Postulat-postulat
Einstein ini ternyata memberi dampak besar bagi dunia. Ia pernah
mencoba menjelaskan efek yang dihasilkan dari teorinya ini dalam
perumpamaan berikut. Misalnya
ada sebuah kereta yang sedang meluncur cepat. Si A sedang duduk dengan
tenang dalam salah satu gerbong kereta itu. Si B sedang berdiri diam di
luar kereta dan mengamati kereta yang meluncur di depannya itu.
Sewaktu gerbong kereta yang dinaiki si A meluncur tepat di depannya,
tiba-tiba ada kilat menyambar di dua tempat yang berbeda. Kilat pertama
menyambar 100 meter di sebelah kanan B, sedangkan kilat yang satunya
lagi menyambar 100 meter di sebelah kiri B. Saat kedua kilat menyambar,
posisi A tepat di depan B. Karena si B sedang berdiri diam di luar
kereta yang sedang meluncur, si B melihat kedua kilat itu menyambar
pada saat yang bersamaan. Tetapi lain halnya dengan si A. Si A yang
sedang berada di dalam kereta yang meluncur cepat (ke arah kanan si B)
melihat kedua kilat menyambar satu per satu. Kilat yang pertama
terlihat lebih dulu, beberapa saat kemudian baru kilat yang kedua
terlihat oleh A. Padahal jarak A terhadap kilat pertama dan kedua sama
dengan jarak B terhadap kedua kilat itu. Perbedaan ini disebabkan bedanya kerangka acuan A dan B (frame of reference). Si
A sedang ‘meluncur’, sedangkan si B sedang berdiri ‘diam’. Karena si A
sedang bergerak menuju kilat yang pertama, tentu saja kilat yang
pertama itu terlihat lebih dulu. A bergerak menjauhi kilat yang kedua,
sehingga kilat yang kedua tampak menyambar sesudah kilat yang pertama.
Bagi si B yang sedang diam dan tidak mendekati maupun menjauhi kedua
kilat itu, keduanya tampak menyambar pada waktu yang bersamaan. Yang
mana yang benar? Keduanya benar! Tidak ada yang salah. Karena itulah
ini dinamakan relativitas. Semua bergantung pada kerangka acuan yang
digunakan. Dan apa pun kerangka acuannya, hukum-hukum fisika yang sama
selalu berlaku (postulat 1). Sekarang jika si A dan si B sama-sama
diminta untuk menghitung kecepatan cahaya, apa hasilnya akan berbeda?
Tidak! Walaupun si A sedang bergerak dan si B sedang diam, keduanya
akan mendapati bahwa kecepatan cahaya tetap tiga ratus juta meter per
detik.
Ada konsekuensi dari teori relativitas ini. Yang
paling terkenal adalah mulurnya waktu dan kontraksi panjang. Mulurnya
waktu, atau bahasa kerennya Time Dilation, ini maksudnya bahwa jika
suatu jam bergerak dengan kecepatan tertentu, waktunya akan memuai
(mulur). Misalnya ada seorang astronot yang membawa jam tangannya saat
menjalankan misi ke luar angkasa. Pesawat luar angkasa yang membawanya
meluncur sangat cepat. Jika kita, yang berada di bumi, punya teropong
yang sangat sensitif dan bisa melihat ke dalam pesawat yang sedang
meluncur cepat itu, kita bisa menggunakan teropong itu untuk mengintip
jam tangan si astronot. Sebelum si astronot berangkat kita sudah
menyesuaikan jam tangan itu dengan jam tangan yang kita gunakan di
bumi. Aneh, di jam tangan si astronot yang sedang meluncur di luar
angkasa itu koq lebih lambat dibanding jam tangan kita di bumi? Padahal
sebelum ia berangkat kedua jam sudah dicocokkan dan si astronot tidak
mengubahnya sama sekali sejak keberangkatannya itu. Jarum detiknya
tampak bergerak lebih lambat dibanding jarum detik di jam tangan kita.
Inilah yang disebut dengan waktu yang mulur saat bergerak pada
kecepatan tinggi. Semakin besar kecepatan gerak suatu benda atau
partikel, waktu akan berjalan semakin lambat bagi benda atau partikel
tersebut! Tentu
saja hal ini tidak dirasakan oleh si astronot. Menurut si astronot,
jam tangannya tidak berubah kecepatannya, yang berubah justru kecepatan
jam tangan kita di bumi yang tampak bergerak lebih cepat. Hal ini
disebabkan segala sesuatu di dalam pesawat astronot bergerak lambat
termasuk proses metabolisma tubuh, getaran atom dan sebagainya.
Kontraksi
panjang juga berkaitan dengan perbedaan kecepatan. Misalnya si
astronot agak lelah, lalu mulai berbaring di tempat tidur yang sudah
disediakan di pesawat luar angkasanya. Dengan teropong yang sama, kita
bisa mengintip si astronot yang tidur berbaring itu. Aneh, sewaktu
berbaring koq si astronot tampak lebih pendek? Sewaktu
ia masih di bumi dan pesawatnya belum berangkat, ia tampak tinggi.
Lebih aneh lagi, sewaktu ia sudah terbangun lagi dari tidurnya dan
kembali berdiritiba-tiba ia kelihatan tinggi seperti biasa. Tetapi ia
juga kelihatan lebih kurus saat berdiri! Ada apa ini? Apa ia menyusut
sewaktu sedang tidur? Tentu tidak! Karena ia
sedang berada dalam pesawat yang meluncur cepat, saat ia tidur kita
melihat panjang tubuhnya menciut (terjadi kontraksi panjang). Saat ia
berdiri, kita melihat lebar tubuhnya menciut (juga merupakan kontraksi
panjang). Ia sendiri tidak merasakan perubahan apa-apa di dalam
pesawat. Nah, inilah serunya teori relativitas!
Tunggu dulu! Ada yang lebih seru lagi dari ini. The
Twin Paradox. Apa itu? Misalnya kita pergi ke ruang angkasa
menggunakan pesawat yang meluncur sangat cepat menjauhi bumi, dan
kemudian kembali lagi ke bumi sepuluh tahun setelah pesawat lepas
landas. Bagi kita yang berada di pesawat itu, kita hanya pergi selama
satu tahun saja (karena adanya time dilation)! Jika
kita punya saudara kembar yang menunggu kita di bumi, kita bisa
melihat sendiri bahwa saat kita mendarat, kembaran kita (yang lahirnya
bersamaan dengan kita) sudah 9 tahun lebih tua dari kita! Ini adalah
salah satu akibat dari dilatasi waktu. Aneh tapi nyata!
Teori
relativitas khusus ini telah banyak digunakan oleh para fisikawan
dalam menelorkan karya-karya hebatnya. Sudah banyak bukti-bukti yang
menunjukkan kebenarannya. Inilah hebatnya Einstein! Ia menelorkan teori
tersebut murni dari hasil pemikiran otaknya saja, tanpa ada bantuan
dari siapapun. Ia tidak pernah berdiskusi dengan siapapun dan tidak
pernah menjalankan percobaan apapun untuk mendukung teori ini. Tetapi
ternyata teori ini justru terbukti benar saat beberapa fisikawan
mencobanya dalam berbagai eksperimen. Teori Einstein yang menelorkan
konsep kecepatan cahaya inipun membuat heboh dunia karena bertentangan
dengan teori Newton. Menurut Newton, jika sebuah benda yang sedang
bergerak akan terus bergerak pada kecepatan sama jika tidak ada gaya
lain yang mempengaruhinya. Jika kita memberikan gaya tambahan (secara
terus-menerus) pada benda yang bergerak itu, maka gerakannya akan terus
dipercepat. Ini berarti kecepatannya terus bertambah sampai pada
kecepatan tak hingga, asalkan kita terus memberikan gaya yang
dibutuhkan untuk mempercepat benda itu. Einstein langsung menyatakan: “Newton, forgive me…” karena menurut Einstein ini tidak mungkin terjadi! Semakin
besar kecepatan yang diinginkan semakin besar pula gaya yang harus
diberikan. Untuk mencapai kecepatan cahaya, kita harus memberikan
energi dalam jumlah yang tak hingga (infinite). Hal ini tidak mungkin
bisa dilakukan karena energi hanya ada dalam jumlah tertentu (finite)
sebagai akibat dari Hukum Kekekalan Energi (energi tidak dapat
diciptakan maupun dimusnahkan). Jumlah energi yang tersedia tidak
pernah bertambah sehingga kecepatan cahaya tidak mungkin bisa dicapai.
Disamping
Teori Relativitas Khusus, Einstein juga mengembangkan Teori
Relativitas Umum (The General Theory of Relativity). Dalam teori ini
Einstein memperhitungkan pengaruh gravitasi pada cahaya. Einstein
menunjukkan bahwa lintasan cahaya akan mengalami pembelokan ketika
berada dekat dengan benda-benda luar angkasa yang besar-besar itu. Tahu
nggak, teori ini berhasil lolos ujian yang amat sulit, yaitu ketika
menentukan gerakan presesi dari perihelion orbit planet Merkuri. Kemudian
pada tahun 1919 ketika terjadi gerhana matahari total di teluk Guinea,
Afrika sekelompok ilmuwan Inggris berusaha membuktikan adanya
pembelokan cahaya bintang ketika berada dekat sekali dengan matahari
seperti yang diramalkan oleh Teori Relativitas Umum Einstein. Para
astronomer memfoto berbagai posisi suatu bintang tertentu ke arah
matahari dan kemudian mengulangi 6 bulan kemudian. Ternyata ramalan
Einstein benar! Saat itu Einstein menjadi sangat terkenal. (***)